Kuliner Lokal Selalu Sensasional
Jadi mencarinya adalah kewajiban setiap orang yang suka bepergian!
Hari berikutnya dalam kunjungan tobelo, pagi-pagi bersengaja mencari kuliner lokal. Jalan saja sembarang sambil mata awas mencari warung yang menjual menu yang berbeda. Setelah berjalan cukup jauh dari penginapan, tibalah kita pada sebuah jalan kecil arah pelabuhan speedboat Tobelo. Nampak ada jejeran warung yang tampak bersih, tergoda untuk berhenti mencari sarapan pagi. Seorang ibu dengan ramah menyapa dan mempersilahkan saya menentukan menu makanan. Sebelum makan, ada dua orang yang sudah duluan mengambil makanan, saya agak heran karena dua orang itu tidak mengambil nasi, tetapi dua buah pisang rebus sudah dikupas, ditambah dengan dua kerat singgong rebus menjadi mengganti nasi sebagai penyedia karbohidrat sedangkan lauknya adalah sop ikan tuna dan sayuran bunga daun pepaya. Wah ini saya jadi senang karena merasa menemukan kuliner lokal yang cukup berbeda.
“Bang makannya begitu ya?”
Saya mencoba membuka obrolan penuh rasa ingin tahu sambil mempertimbangkan untuk mencoba menu serupa. Kapan lagi bisa mencoba makan menu pisang, singkong dan lauknya ikan laut. Kuliner yang berbeda itu selalu menyenangkan, dan paling tidak ada bahan cerita kalau pulang ke Garut.
“Oh Iya sudah terlalu sering makan nasi, sesekali makanan yang berbeda” jawabnya si abang sambil meminta ijin untuk makan duluan. Penasaran saya mencoba memesan makanan serupa, sayang pisangnya sudah habis oleh mereka berdua tinggal singkong rebus saja. Jadi hari itu saya untuk pertama kalinya sarapan dengan menu singkong rebus, sop ikan dan sayuran bunga pepaya. Ternyata ikannya sangat lezat dipadu bumbu yang pas dan sedikit pedas. Singkong sebagai pengganti nasi juga sudah dikasih sedikit bumbu, sehingga rasanya “matching” dengan sop ikan, saya rasa lebih pas dibandingkan dengan pengalaman makan papeda untuk pertama kalinya waktu berkunjung ke Kabupaten Kolaka Sulawesi Tenggara dua tahun silam.
Inilah rupanya konsep makan sehat dewasa ini yang harus memenuhi kaidah B3 (bergizi, beragam, dan berimbang) dimana sudah tidak boleh tergantung kepada satu makanan saja (termasuk nasi) karena itu akan mengurangi ketahanan pangan masyarakat. Nasi harus ada pilihannya agar masyarakat tidak tergantung secara berlebihan pada satu komoditas. Diversifikasi pangan sebenarnya adalah warisan budaya masyarakat yang pernah “dirusak” oleh penetrasi makanan nasi yang secara masive diperkenalkan kepada masyarakat lain, yang sebelumnya makan sagu, jagung, talas, dan bahkan pisang sebagai makanan pokoknya.
“hadiah kuliner pisang, singkong,
ubi, ikan, dan sayur” lanjut di siang
harinya, selepas jumatan sudah disediakan makanan gratis dalam jumlah banyak di
beranda Mesjid Jami. Wah sangat
mengejutkan juga menyenangkan sehabis jumatan tersedia menu prasmanan dengan
aneka ikan cakalang, dan tenggiri, juga
sop kepala ikan dilengkapi dengan aneka sayuran dan tentu saja sumber karbohidrat
pisang, singkong, dan ubi. Bagi yang
tidak mau makan pisang tersedia juga nasi. Menu yang sangat demokratis! Sekitar ada 100 porsi tersedia, lengkap
dengan piring, segelas air mineral dan tissu.
Segera saja masuk antrian untuk mengambil “hadiah kuliner” sambil agak menyesal tidak membawa handphone, sehingga moment spesial makanan gratis, lezat, dan unik selepas jumatan di Tobelo itu tidak dapat didokumentasikan!
Silahkan LOGIN untuk berkomentar.