3 tahun yang lalu
Oleh: Subandoyo

SUAP POLITIK 1 JUTA RUPIAH PER SUARA JANGAN ADA PADA PILKADES SERENTAK DI KABUPATEN GARUT 2021


“Alhamdulillah calon kades yang saya dukung menang, pemenang pilkades di desa saya habis 4M, itu jumlah pengeluaran terkecil dibanding 2 pesaing lainya yang kalah.  Artinya,  tidak ada  pengeluaran calon kepala desa  yang kurang dari 4 M per calon, baik yang menang maupun yang kalah, per suara di desa kami nilainya 1 juta rupiah”  itu kurang lebih chat saya dengan seorang kawan, tim sukses salah seorang calon kades. Dia adalah sahabat jauh yang sangat piawai dalam pemenangan calon.

Saya berkomentar pendek, “masyarakat sudah sakit, uang menjadi racun”,  sangat mengerikan berita itu bagi saya, sampai saya hanya mampu tercenung dan memberikan komentar pendek. 

Kawan saya memberikan pembenaran, bahwa katanya pada awalnya seluruh konsep idealis dalam kampanye dilakukan tanpa uang, dia siapkan segala sesuatnya dengan ideal,  tetapi di pertengahan jalan, strategi itu dirubah karena lawan politik menggunakan politik uang. Kalau tidak dirubah strateginya maka kekalahan didepan mata,  jadi daripada kalah, mending dengan terpaksa meladeni politik uang tersebut.

Saya tentu tidak bisa menyalahkan, mungkin kategori kawan saya itu darurat.  Karena jika semua pemain berlaku curang, menjadi pemain jujur sendirian barangkali tidak akan dapat bagian.

Timbul sebuah pertanyaan sederhana, Apakah ini bagian dari gambaran masyarakat koruptif, yang menjual idealismenya dan bahkan ajaran agama untuk menyuap dan ditukarkan dengan sekedar rupiah? Saya tidak dapat menjawabnya, bahwa pada kondisi tertentu misalnya menjadi politisi, menjadi bupati, menjadi kepala sekolah atau menjadi kades suap jadi halal dan bahkan wajib?

Butuh pandangan orang berfikir jernih berhati baik, dan faham agama untuk menjawabnya, jangan pandangan dari pelaku, karena pelaku akan selalu penuh dengan pembenaran.  Baiknya MUI dapat memberikan fatwa terkait hal ini, apaka pemberian uang untuk tujuan suap pilkades, pilkepsek, pileg, dan berbagai pilihan lain terkategori haram? Dan yang menerimanya dapat uang haram?

Kita tunggu saja, komentar dan fatwa dari para alim ulama dan para cendikia

Segera saya teringat pada rencana pilkades serentak di Kabupaten Garut tahun 2021, menurut beberapa sumber online, jumlah desa yang akan ikut pilkades adalah 214 dari 421 Desa di Garut. Jumlah sang sangat besar, melibatkan separuh desa, dan tentu saja separuh hak pilih warga Garut atau sekira 900 ribu hak pilih berhak datang ke TPS di masing-masign RW memiih calon.

Inilah saatnya untuk membuktikan bahwa warga Garut tidak “sakit” politik. Ujian untuk mengkonfirmasi bahwa pemilih di Garut  belum terkena racun dunia.  Momentum untuk memilih pemimpin jujur.  Jadi berandai andai jika para pemimpin jujur belum daftar  dalam pilkades karena merasa tidak punya uang, mari kita iuran bersama agar dia punya uang.  Kalau pemimpin jujur itu tidak mau karena takut tidak amanah, mari kita berjanji kepadanya untuk membantunya agar dia tetap jujur, kalau pemimpin jujur itu menolak mendaftar karena merasa tidak mampu, mari kita undang para ahli untuk membuat pengetahuannya tentang dana desa, tentang regulasi, tentang administasi meningkat!


Iuran perjuangan semoga dimulai dari desa desa di Garut.

Tentang suap, celakanya kawan saya yang lain berkomentar unik, katanya bahwa di musim pandemi seperti sekarang politik uang fungsional, membuat orang-orang desa jadi pada punya uang, yang tidak punya uang untuk beli beras, diberi uang jadi bisa beli beras, para penganggur jadi punya pekerjaan kasak kusuk, tukang ayam laku karena dibeli untuk jamuan, tukang kaos dapat order kaos dari tim sukses, dan para bapak yang kemarin tidak ada kegiatan jadi ada job tambahan jadi tim sukses, dan dibayar!

Uang besar itu, dibayar oleh calon kades untuk mensukseskan, dan untuk mendistribusikan uang politik, atau lebih enak dibaca suap politik.  Pendapat kawan saya mungkin ada benarnya, bahkan sangat benar jika dilihat betul betul dari sisi ekonomi, bahwa roda ekonomi berputar, menjamin distribusi pendapatan dan juga pekerjaan, alangkah indahnya distribusi uang di saat pilkades di  dengan para calon tajir secara ekonomi

Tapi setiap suap adalah hutang  berbunga, suap harus dibayar lebih mahal berkali kali lipat oleh warga dan pemerintah.  Jika yang kita terima saat ini adalah uang 1 juta, atau 4 M dalam masyarkat maka masyarakat harus membayar plus bunganya, dibayar secara ikhlas atau dicuri dengan teknik administasi. Suap dibayar dengan kualitas jalan yang jelek.  Suap dimasa depan ditukarkan dengan biaya pembangunan yang mahal.  Suap diganti oleh modal sosial yang semakin menjadi defisit, dibayar dengan ketidakpedulian tatakelola selain mendapat uang lebihan.

Tidak pernah ada suap didunia ini yang betul betul gratis, tidak ada suap yang memberi dampak ekonomi jangka panjang, tidak ada suap yang menimbulkan keberkahan.   Saya jadi membayangkan para pelaku suap ketika telah melalui tahap pemilihan dan terpilih, mereka betapa bahagianya. Sebagian mereka berdoa kepada Tuhan, Tuhan yang telah melarangnya melakukan Suap. Tuhan yang telah diabaikan larangannya, diacuhkan ancamannya untuk menyuap dan disuap,  dengan lirih para pasukan dan keluarga berdoa:

“ya Tuhan terima kasih atas kemenangan ini kami bersyukur atas nikmat ini, semoga kami amanah dalam melaksanakan tugas negara ini, karena rakyat telah memilih kami” 


#klipaabercerita

0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.