3 tahun yang lalu
Oleh: Subandoyo

BU TRI RISMAHARINI, MENSOS RASA WALIKOTA ATAU RASA KETUA RT SIH?


Bu Risma itu mensos rasa Walikota. Itu yang diucapkan para pengkritik ketika bu Mensos berjumpa dengan para penyandang masalah sosial di jalan utama Jakarta. Bukan di gang sempit sekitar pinggiran sungai manggarai, bukan juga di kekumuhan dekat rel Jakarta Timur dimana dengan mudah kita temukan orang orang tinggal di rumah rumah kardus.  Berkeliling jakarta, kita akan menemukan banyak paradoks, saking seringnya melihat paradoks kehidupan, sudah tidak ada kenyerian di hati. Lama-lama hati menjadi kebal pada soal soal pedih yang dilihat sebagai fenomena sosial perkotaan saja, bukan tragedi kehidupan.

Kalau saya sih berpendapat pemimpin yang baik itu harus mempunyai rasa yang sama, dari mulai presiden, menteri, gubernur, walikota, bupati sampai dengan kades.  Presiden dan kades harus mempunyai rasa melayani, empati, dan rasa peduli sepenuh hati.  Tidak ada yang berhak mempunyai rasa sebagai bos di negeri ini, karena setiap pelayan mempunyai tugas pelayanan terhadap rakyat dan dipertanggungjawabkan di bawah sumpah kepada Tuhan.

Alangkah indahnya, jika setiap pemimpin kita jiwanya hidup, hatinya senantiasa sensitif, pikirannya gelisah untuk rakyatnya. Mereka orang orang keren yang selalu hadir diantara segala kesulitan warga. Mungkin bagi sebagian warga, keindahan pimpinan keren itu adalah mimpi. Di kota kecil  seperti garut saja, saya sering kali harus minggir  saat berkendara di jalanan yang tak macet karena pejabat lewat dikawal polisi.  Entah rakyat mana yang ingin dilayani harus demikian buru buru, sehingga rakyat rakyat lain seperti saya ini harus minggir, mempersilahkan  para pelayan duluan.   Saya kadang berburuk sangka, mungkin saya dan ribuan pengendara lain diminggirkan untuk sebuah keperluan urusan makan siang, rekreasi pejabat, atau  mereka sangat buru buru karena terlambat mengisi acara  basa basi karena bangun kesiaangan

Rasa melayani itulah yang semakin jarang di kalangan pemimpin kita.  Ini bukan soal presiden atau gubernur, kadang kadang di level kades dan kepala sekolah saja sudah merasa menjadi bos.   Itulah rasa yang hilang di sebagian pemimpin, dan sebagian lagi masih melekat kuat, saya melihat rasa itu masih ada di Bu Risma. Rasa istimewa!

Kita butuh para bupati, para menteri para kades yang bisa membangunkan hati yang tidur, bisa memberikan efek kejut pada pikiran yang jumud, bisa memberikan teladan untuk mencambuk jiwa malas, dan candu feodalisme birokrasi.   Lupakan leveling  kekuasaan karena tidak bermakna ketika tidak peduli.

Lebih baik jadi kades yang dicintai daripada camat yang abai, lebih baik camat penuh gagasan daripada bupati yang hanya bisa menghabiskan anggaran, lebih baik bupati penuh kejutan idea brilian daripada gubernur yang hanya bisa sambutan.  

Leveling juga tidak menjamin mutu, Saya pernah ketemu Kades yang sebenarnya lebih cocok jadi Kadis karen pikiran yang sangat maju, gagasan gagasan yang keren, dan hidup penuh solutif kehadirannya dibutuhkan dan sangat dicintai.  Di sisi lain ketemu Kadis dengan banyak fasilitas dari negara tampi tidak mempunyai gagasan yang istimewa, hanya menjalani rutinitas, peresmian sana peresmian sini, memberikan sambutan dan keliling keliling saja.

Saya menyebutnya kadis robot administratif formalis. Kadang juga melihat anggota DPR feodal miskin idea arogan tapi banyak uang. Di saat lain juga bertemu dengan para penggiat yang bekerja penuh ketulusan merubah banyak hal diam diam, sesekali juga menyaksikan  para pengamat yang mengomentari banyak hal tapi tidak pernah memahami apapun kecuali di permukaannya saja!

Jangan jangan ada pengamat nasional yang cara pandangnya hanya melulu kacamata kuda politik dari ruang ruang mewah gedung ilmu pengetahuan. Mereka yang membaca ribuan judul buku, mendengarkan ribuan gosip, dan ikut menggosip tanpa melakukan riset mendalam.

Mari kembali ke laptop, Setiap pemimpin mempunyai cara memimpin yang unik. Tugas pemimpin bukan melulu administratif dan menyusun perencanaan strategis. Karena di negara ini perencanaan strategis sudah sangat lengkap disusun. Ada RPJM, ada Renstra, ada Rencana Tata Ruang Wilayah, ada Rencana Induk Pengembangan Sektoral, ada Roadmap Pengembangan Komoditas, ada Detail Enggeneering Design. Ada Feasibility Pengembangan Kawasan, ada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Ada Neraca Sumber Daya Alam.

Tidak percaya?

Masuk saja ke sistem jaringan dan dokumentasi informasi hukum, betapa banyaknya perundangan. apapun  hal penting diatur untuk kebaikan, dengan berbagai programmya. UU Desa, UU ITE, UU Tataruang, UU Kepariwisataan, dan berratus ratus bahkan ribuan aturan untuk menghadirkan negara dalam menyelenggarakan tertib sosial, meningkatkan kesejahteraan, melindungi alam dan tentu saja memastikan segala sesuatunya sesuai dengan cita-cita bangsa, menjadi bangsa yang keren, adil makmur, sejahtera.

Jika anda penasaran melihat perencanaan keren, Sesekali main saja ke Bappenas, atau Bappeda, cari rak rak bukunya. Banyak sekali dokumen perencanaan dan kajian keren. Banyak dokumen perencanaan penuh dengan angka angka, perhitungan ahli, dan “kebijakan strategis” silahkan baca sepuasnya.

Diakhir tulisan ini, saya ingin berbagi cerita seorang kawan baik saya selama kuliah. Dia rindu saya dan di akhir tahun 2020 datang ke Garut, menghabiskan 4 malam bersama untuk membincangkan banyak hal.  Beliau pernah menyusun RPJM di banyak kementerian dan bahkan pernah menyusun RPJM salah satu negara tetangga kita.  Dalam ceritanya, dia sering diminta terlibat dalam penghapusan dokumen di kementerian, beratnya bisa berton ton.  Dokumen itu salah satunya kajian kajian lama, hal hal strategis yang telah lama disusun tapi gagal diimplementasikan!

Saya jadi yakin, betapa pentingnya rasa peduli, mungkin bukan rasa walikota lagi, negara ini butuh pemimpin dengan  rasa ketua RT baik hati!\

#MENSOS

#garut


0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.