4 tahun yang lalu
Oleh: Ridhwan Abdurrahman

Karya Wisata dan Rekreasi Sejarah Candi Cangkuang

*Foto disalah satu rumah Kp. Pulo

     Pada hari minggu lalu, kami melaksanakan perjalanan ke Candi Cangkuang Garut, perjalanan itu memakan waktu yang cukup lama. Kami berangkat pukul 5 lewat 40 dan sampai di lokasi parkir sekitar pukul setengah 12 siang. Setelah kami sampai disana kami tidak langsung beranjak ke lokasi candi, melaikan kami beristirahat sejenak setelah perjalanan yang kami tempuh kurang lebih 6 jam, cukup melelahkan memang. Kami beristirahat sembari melaksanakan makan siang bersama dan dilanjutkan dengan shalat dzuhur di masjid yang lokasinya tidak jauh dari lokasi parkir kendaraan kami. Setelah selesai semua, kami kemudian berjalan bersama menuju loket yang tidak terlalu jauh dari lokasi kami sebelumnya, mungkin sekitar 300 meter. Untuk masuk ke dalam kawasan Candi Cangkuang, dikenakan biaya sebesar 7500 rupiah untuk orang dewasa dan 5000 rupiah untuk anak-anak. Setelah itu kami pun harus membayar lagi untuk menaiki rakit menuju kampung pulo, yang berada di tengah-tengah danau. Untuk biaya rakit sendiri dikenakan tarif 5000 rupiah perorang untuk pulang pergi. 

*Foto saat menaiki rakit bersama Dr. Ani Marlina, M. Pd selaku dosen IAD

     Setelah membayar, kami pun langsung bergegas untuk menaiki rakit yang ada. Tidak memakan waktu lama untuk sampai ke lokasi Kp. Pulo tersebut hanya sekitar 7 atau 8 menit. Setelah sampai kami melakukan briefing terlebih dahulu tentang apa saja yang akan kami lakukan dan pukul berapa kita akan kumpul kembali untuk pulang menaiki rakit. Setelah itu, kita mulai berjalan menuju situs Candi Cangkuang yang berada di sisi tengah pulau dan merupakan tempat yang paling tinggi. Selama perjalanan kami melewati banyak pedagang yang menjajakan dagangannya, mulai dari makanan hingga aksesoris dan miniatur Candi. 

*Foto di gapura Kp. Pulo

     Setelah berjalan dalam beberapa menit, kamu sampai dikawasan rumah-rumah penduduk Kp. Pulo, terdapat 6 rumah dan 1 masjid yang ada disana. Setelah itu kami beranjak pergi menuju bangungan di dekat Candi, bangunan itu adalah seperti sebuah rumah untuk menyimpan barang-barang peninggalan dari kisah yang ada di wilayah Cangkuang. Di rumah itu kami bertemu dengan seorang pegawai Kementrian Kebudayaan, yakni Zaki Munawar atau kami memanggilnya dengan Kang Zaki. Beliau menceritakan mengenai sejarah dan maksud yang terdapat dalam situs tersebut. Berikut foto kami dengan Kang Zaki :

*Foto bersama Kang Zaki, Pegawai Dinas Kebudayaan JABAR

     Kang Zaki menjelaskan mengenai asal mula ditemukan hingga proses pemugaran selesai dan maksud dibalik simbol yang ada. Ternyata nama Candi Cangkuang sendiri diambil dari nama lokasi ditemukannya, yakni desa Cangkuang. Candi ini merupakan peninggalan dari Agama Hindu dan pertama kali ditemukan pada tahun 1966 oleh seorang Belanda. Penemuan Candi ini berdasarkan kisah dari buku yang menyatakan "Di Cangkuang terdapat sebuah arca Siwa dan Makam Arief Muhammad" Setelah membaca akhirnya Uka Tjandrasasmita dan tim melakukan pencarian dan menemukannya di Desa Cangkuang, persisnya di Kp. Pulo.

     Setelah digali terdapat pondasi bangunan Candi yang berukuran 4,5x4,5 meter dan puing-puing candi yang sudah runtuh. Bangunan Candi pun tidak lagi berbentuk seperti Candi, karna yang tersisa hanyalah 40% dari bagian totalnya. Akhirnya Candi ini dipugar pada tahun 1974, pemugaran ini memakan waktu 2 tahun dan selesai pada 1976. Dalam proses pemugaran, peneliti menerka-nerka bentuk candi ini dengan membayangkan sisa-sisa bongkahan batu yang ada. Dan untuk melengkapi 60% sisanya, mereka melakukan pencetakan batu guna menyempurnakan bentuk Candi. 

*Proses pemugaran Candi Cangkuang

     Selain Candi, terdapat bangunan lain di sisi lain bangunan Candi. Bangunan itu adalah sebuah makam dari Arief Muhammad. Arief Muhammad sendiri adalah seorang panglima dari kerajaan Mataram yang malu untuk pulang ke daerah Mataram karena telah gagal dalam pertempuran melawan VOC. Beliau dan pengawalnya berpikir lebih baik singgah disini untuk bersembunyi sekaligus mengajarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar daripada bunuh diri karena malu untuk pulang. Singkat cerita Arief Muhammad atau masyarakat sering menyebutnya Mbah Dalem Arief Muhammad, mencoba untuk menyebarkan Islam dengan cara akulturasi budaya yang ada, alhasil Islam dapat diterima oleh masyarakat sekitar.

*Makam Arief Muhammad

     Arief Muhammad sendiri memiliki 1 orang anak laki-laki dan 6 orang anak perempuan. Itulah mengapa di Kp. Pulo terdapat 1 bangunan masjid dan 6 rumah karna sebagai perlambangan dari anak Arief Muhammad. Uniknya, jumlah rumah di Kp. Pulo sejak dulu sampai sekarang tidak ada penambahan. Rumah di sana hanya diperbolehkan ada 6 buah. Barang siapa anak keturunan yang telah menikah wajib meninggalkan rumah dalam kurun waktu 2 minggu. Untuk penempatan rumah sendiri diambil dari garis keturunan perempuan. Jika anak yang lahir laki-laki maka tidak berhak untuk tinggal disana ketika ia telah menikah. Rumah itu sendiri diwariskan kepada anak perempuan tertua dan jika dia tidak mau maka akan diambil oleh adik perempuannya. Namun jika dalam keluarga tidak memiliki anak perempuan, maka akan ditempati oleh sepupu perempuan dari keluarga lainnya.

*Salah satu rumah di Kp. Pulo

     Untuk saat ini jumlah penduduk kampung Pulo adalah 23 orang dari 6 kepala keluarga yang ada. Diantara ke 23 orang tersebut terdapat 1 orang sebagai kuncen. Kuncen ini sendiri bertugas sebagai penghubung antara pengunjung dengan arwah leluhur. Kuncen ini dipilih berdasarkan keturunan yang terus menerus akan digantikan oleh keturunannya ketika kuncen itu wafat.

*Foto daftar nama Kuncen-kuncen di Kp. Pulo

     Selain terdapat makam dan Candi, disana juga terdapat sebuah bangunan yang berisi tentang peninggalan-peninggalan penyebaran agama Islam yang dibawa oleh Arief Muhammad. Antara lain ada Al-Qur’an, Kitab Tauhid, Nahwu, Sorof, Fiqih dan Khutbah serta do’a-do’a yang ditulis dengan huruf arab dan Jawa. Walaupun penyebaran Islam telah totalitas disana, namun tetap tidak menghilangkan ritual-ritual yang dulu pernah ada. Seperti membersihkan barang-barang dan merayakan tanggal-tanggal tertentu. Dan untuk menghormati Arief Muhammad selaku penyebar Islam disana, maka beliau dimakamkan dilokasi yang paling tinggi di Kp. Pulo, lokasinya tepat bersebelahan dengan Candi Cangkuang berada. Makamnya sendiri memiliki 2 buah batu nisan yang bersebrangan namun tidak sejajar, dan keduanya condong ke arah dalam. Ini adalah simbol dari filosofi padi bahwa semakin berisi maka semakin merunduk.

*Foto kami saat disekitar lokasi Candi Cangkuang

     Di Kp. Pulo ini terdapat 5 pamali atau larangan yang berlaku, yang pertama adalah tidak boleh berziarah makam pada hari Rabu. Rabu disini terhitung dari Selasa setelah ashar hingga Rabu setelah ashar. Yang kedua yaitu tidak boleh memukul gong besar, mungkin maksudnya agar tidak menimbulkan kebisingan. Yang ketiga tidak boleh membentuk rumah dengan atap prisma, ini dikarenakan anak laki-laki satu-satunya dari Arief Muhammad meninggal ketika diarak menggunakan tandu berbentuk prisma. Yang ke empat adalah larangan untuk menambah atau mengurangi bangunan yang ada, yaitu masjid dan rumah. Ini karena kedua bangunan itu melambangkan jumlah anak Arief Muhammad. Dan yang terakhir adalah tidak boleh beternak hewan besar berkaki empat, ini karna kotoran hewan tersebut akan mengotori makam dan candi yang ada.

*Foto saat hendak pulang menuju Jakarta

     Kp. Pulo ini menjadi bukti bahwa perbedaan Agama masih bisa dijalin dengan kerukunan, terbukti ketika hari besar agama Hindu tiba banyak penganutnya yang mengunjungi Candi Cangkuang untuk beribadah. Dan juga banyak muslim yang berkunjung untuk mendoakan Arief Muhammad. Selain itu dalam hal lokasi juga unik, mengapa? Karna ini adalah satu-satunya lokasi yang terdapat Candi Hindu dan Makam Muslim berada dalam 1 lokasi yang sama diatas bukit yang dikelilingi oleh danau. 

     Setelah kurang lebih dua jam kami berada disana, kami memutuskan untuk pulang ke Jakarta kembali. Saat perjalanan pulang kami saling berbagi kisah dan foto-foto hasil dari petualangan kami tadi. Kami sangat senang dan tanpa sadar mulai tertidur satu persatu diantara kami karena lelah seharian diperjalanan. Dan kami akhirnya sampai di SKTIP KUSUMA NEGARA pukul 23:29 malam, kemudian kami pulang ke rumah masing-masing. 

~~SEKIAN~~

*Foto ketika telah sampai kembali di Jakarta dengan selamat


TUGAS UAS IAD     

Oleh : Ridhwan Abdurrahman

Npm : 20178300038


@choyei

0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.