4 tahun yang lalu
Oleh: Hidayatun nahdia

CANDI CANGKUANG DAN KEARIFAN LOKAL KAMPUNG PULO

Candi Cangkuang  termasuk cagar budaya yang menyimpan peninggalan peninggalan agama hindu dan Islam . Candi Cangkuang berada di Jawa Barat. Tepatnya di Dukuh Pulo, Kelurahan Cangkuang. Kecamatan Leles, Kabupaten Garut. Provinsi Jawa Barat.

Candi Cangkuang adalah satu-satunya candi dengan corak Hindu yang ditemukan di Tatar Sunda. Tepat di samping candi tersebut ada Makam Kuno yaitu Makam penduduk leluhur yang merupakan penyebar agama Islam. Di dalam buku yang berjudul Notulen Bataviaach Genotscahap yang diterbitkan pada tahun 1893 dikutip dari catatan Vordermen. Tertulis bahwa terdapat candi yang mulai rusak serta makam kuno di sekitar desa Pulo, leles. Lalu Drs. Uka Tjandrasasmita seoarang arkeolog islam dan tim peneliti Prof. Harsoyo mulai melakukan penelitian untuk membuktikan kutipan yang ada dalam buku karangan Vordermen. Dimana pencarian itu dimulai pada tanggal 9 Desember 1966 . Akhirnya setelah melakukan penelitian ternyata memang benar di situ terdapat candi yang sudah mulai rusak dan pada tahun 1967-1968 ditemukanlah Makam yang menurut keterangan penduduk sekitar adalah makam Arif Muhammad seorang pemuka Islam. Dan di samping makam Arif Muhammad ditemukan fondasi dengan ukuran 4,5 meter persegi dan disekitarnya terdapat beberapa bebatuan yang berserakan. 



Gb. Proses Pemugaran Candi Cangkuang

Kemudian tahun 1974-1976 dilakukanlah penggalian dan rekrontuksi secara menyeluruh. Karena penemuan awal candi masih tertimbun tanah, maka dilanjutkan penggalian besar-besaran untuk mengumpulkan reruntuhan yg kemudian diteliti. Singkat cerita dilakukanlah rekontruksi candi Cangkuang sehingga menjadi candi yang sempurna. Dimana 40% dari candi tersebut adalah bebatuan asli dan 60% hasil cetak. Candi Cangkuang ini diresmikan pada tahun 8 Desember 1976. Nama “Cangkuang” di ambil dari sebuah nama pohon sejenis pandan yaitu pohon cangkuang/mendong yang banyak tumbuh di daerah tersebut . sehingga nama candi ini dinamakan sebagai “Candi Cangkuang”.

   

      Gb. Candi Cangkuang sekarang                               Gb. Makam Eyang Embah Dalem Arif Muhammad

               

Di desa Cangkuang ada sebuah perkampungan yang sangat unik yang masih terjaga kearifan lokalnya hingga sekarang yaitu bernama “Kampung Pulo” .

Keunikan di Kampung Pulo adalah dimana hanya ada 6 rumah dan sebuah masjid yang ditinggali oleh 6 kepala keluarga. Keadaan seperti ini sudah sejak abad ke 17 dan masih terjaga sampai dengan sekarang. Tidak pernah bertambah maupun berkurang. Hal tersebut karena merupakan ketentuan adat. Madsing-masing rumah serta masjid memiliki arti tersendiri. Ketika Embah Dalem Arif Muhammad Wafat, beliau meninggalkan 6 orang anak perempuan dan 1 anak laki-laki . 6 rumah berjejer saling berhadapan masing masing 3 buah rumah di kiri dan di kanan sebagai penanda 6 anak perempuan. Dan masjid sebagai penanda anak laki-laki. Di kampung pulo tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga, oleh karena itu jika ada anak yang sudah menikah, maka harus keluar dari lingkungan keenam rumah tersebut. Agar jumlahnya tetap hanya 6 kepala keluarga. Dan jika Ibu dan Bapak yang menempati rumah tersebut meninggal dunia maka anak yang sudah menempati tempat lain dapat kembali tinggal di kampung Pulo untuk mengisi kekosongan. Masyarakat kampung Pulo merupakan turn]unan langsung dari Eyang Embah Dalem Arif Muhammad. Sampai saat ini mereka menempati Kampung Pulo untuk menjaga kelestarian tradisi Kampug Pulo yang merupakan Kearifan Lokal .


Gb. Rumah adat Kampung Pulo

Keunikan lain yang terdapat dari Kampung Pulo adalah yang dapat menerima waris disana bukan laki-laki, melainkan anak perempuan. Yang berhak menguasai rumah – rumah adalah wanita dan diwariskan kepada anak perempuan. Sedangkan bagi laki-laki yang sudah menikah harus meninggalkan kampung tersebut. Hal tersebut karena anak laki-laki satu-satunya Eyang Embah Dalem Arif muhammad meninggal saat hendak disunat. Maka dengan kejadian itu kemudian dijadikan pembelajaran dan asal usul adanya tradisi di Kampung Pulo. Beberapa adat dan tradisi itu diantaranya menerapkan beberapa aturan seperti : tidak boleh menabuh gong besar, tidak boleh beternak binatang berkaki empat (menyembelih boleh, tapi beternak tidak boleh), tidak boleh datang ke makam keramat pada Hari Rabu dan Malam Rabu, hari rabu terhitung mulai dari selasa sore jam 4. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, apabila masyarakat melanggarnya maka akan timbul malapetaka bagi masyarakat tersebut.

Alasan dari tidak diperbolehkannya menabuh gong besar karena ada kaitannya dengan anak eyang ketika beliau hendak menyunat anak beliau. Ketika anak laki-laki tersebut disunat, diadakan pesta besar. Acara tersebut dilengkapi dengan arak-arak sisingaan yang diiringi musik gamelan menggunakan gong besar. Namun, saat itu ada angin badai yang menimpa anak tersebut. Anak itu kemudian terjadtuh dari tandu sehingga menyebabkan ia meninggal dunia. Agar hal tersebut tidak terulang, maka menabuh gong besar merupakan sebuah larangan terutama oleh keturunan yang tinggal di Kampung Pulo.

Sedangkan, alasan dari tidak diperkenankannya beternak hewan besar berkaki  seperti kambing, kerbau, dan sapi dikarenakan masyarakat Kampung Pulo mayoritas mencari nafkah dengan bertani dan berkebun, sehingga ditakutkan hewan tersebut merusak sawah juga kebun mereka. Namun, selain bertani dan berkebun kini ada juga masyarakat Kampung Pulo yang mencari nafkah dengan berjualan. Selain itu juga, di daerah desa tersebut banyak terdapat makam keramat, sehingga ditakutkan hewan-hewan tersebut mengotori makam.

Sementara alasan soal laangan Ziarah pada hari Rabu dam malam Rabu dikarenakan pada masa agama Hindu, hari terbaik menyembah patung adalah pada hari rabu dan malam rabu. Sementara masyarakat menyembah patung, almarhum Embah Dalem menggunakan hari tersebut untuk memperdalam ajaran agama islam. Bahkan pada zaman dahulu, penduduk sekitar tidak diperbolehkan bekerja berat. Begitu pula Embah Dalem Arif Muhammad pun tidak mau menerima tamu karena pada hari tersebut digunakan untuk mengajarkan agama.

Sekarang, Kampung Pulo dipimpin oleh sesepuh adat yang disebut Pak Kuncen. Pak Kuncen bertugas sebagai penyambung lidah pengunjung dengan leleuhur. Dan untuk meluruskan bahwa ziarah ke makam itu untuk mendoakan dan bukan untuk meminta sesuatu.


Gb. Daftar nama Pak Kuncen di Kampung Pulo


@choyei

Nama : Hidayatun Nahdia

NPM : 20178300049

Prodi : Pendidikan Matematika Reguler smster 4

Mata Kuliah : Ilmu Alamiah Dasar


0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.