3 tahun yang lalu
Oleh: Chairunnisa Ilmi

Solo Travellers


Aku suka menyendiri. Sejak semester pertama berkuliah di Bandung, hampir tiap minggu aku pergi jalan-jalan. Tidak, aku tidak pergi ke tempat rekreasi. Aku terbiasa pergi ke aneka pasar yang jauh lebih lengkap dibandingkan pasar di daerah asalku, menjemput barang murah yang kucari di internet untuk kujual lagi, pergi ke masjid kampus lain untuk qiyamul lail semalaman lalu paginya berolahraga di Car Free Day Dago, pergi ke masa lalu lewat Museum, atau hanya mendinginkan pikiran di pojok makanan Yogya, dan masih banyak kegiatan lain yang kusuka. Biasanya aku pergi diatas kaki ku sendiri, setelah kelelahan baru aku naik angkot. Aku juga terbiasa membawa air dan masakanku sendiri untuk pereda keroncongan di jalanan, selain lebih sehat pun ekonomis bagi perantau sepertiku.

                Ibuku sendiri tahu tentang petualanganku yang tidak seberapa ini. aku yang seorang anak rumahan ketika masih sekolah telah dibebaskan oleh ibu pergi kemanapun setelah aku berkuliah. Meski pernah beliau kelimpungan mencariku hanya karena aku tidak aktif selama beberapa jam karena baterai hp ku habis. Untungnya, sampai saat ini aku tidak pernah terkena musibah saat berpetualang. Mungkin karena penjagaan Tuhan atas derasnya doa’ ibu saat beliau tidak mampu lagi membendung darah mudaku.

                Sayangnya aku belum pernah mendaki Gunung. Ibu tidak pernah memberiku izin, katanya nanti saja kalau sudah menikah~

                Lalu apa yang terjadi ketika aku dirumahkan kembali setelah pandemic ? tentu saja aku sedikit stress mengingat menjadi tanda tanya besar ketika tetangga atau orang desa lainnya tahu aku hanya berjalan-jalan atau nongkrong seorang diri. Mereka mengasihani aku yang begitu. Wkwk, padahal aku menyukainya.

 Bukannya aku tidak nyaman bersosialisasi, hanya saja aku perlu ruang untuk sisi introvertku. Ada beberapa tempat yang nyaman untuk hanya duduk dan memperhatikan orang-orang, sayangnya disini banyak kenalanku, dan aku sering tidak nyaman ketika mereka bertanya ‘sendirian aja?’’ atau pertanyaan serupa sedangkan mereka membawa serta pasangan atau anaknya.

                Lalu aku mencari jalan keluar yang lain. Aku cari tempat yang kemungkinan banyak tidak ada yang mengenaliku. Lebih tepatnya yang keberadaan manusianya jarang. Aku pilih pantai dan sawah sebagai tempatku mencari nafas segar. Kedua tempat ini nyaman, menurutku. Aku dengan leluasa dapat merasakan emosi dari buku antologi puisi yang kubaca atau sekedar menangis dan tersenyum untuk perenunganku sembari melihat bentangan alam yang hijau dan biru.

                Ketika menuju tempat ini aku terbiasa membawa bekal seperti rujak, infused water, atau baso tahu. Setelah kenyang, baru aku merenung. Sayangnya, aku kesulitan membawa kakiku sendiri untuk menuju tempat-tempat ini, selain karena terlampau jauh, perjalanan ke sawah pun tidak menyenangkan karena banyak orang yang mengenaliku di sepanjang jalan. Jadilah aku melaju menggunakan motor sembari bernyanyi lantang disepanjang jalan.

               

#

0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.