3 tahun yang lalu
Oleh: Nurul futihah

Nilai - Nilai dan Pengetahuan

jenis-jenis pengetahuan yang meliputi ; pengetahuan wahyu, pengetahuan intuisi, pengetahuan rasional, pengetahuan empiris, pengetahuan otoritas.

JENIS-JENIS PENGETAHUAN

Pengetahuan Wahyu (Reveaload Knowledge)
Secara sederhana, pengetahuan wahyu dapat digambarkan sebagai pengetahuan yang tuhan telah berikan kepada manusia. Dengan kekuasaan-Nya, tuhan telah mengilhami secara pasti kebenaran kepada manusia pilihannya, sehingga kebenaran tersebut dapat diketahui oleh seluruh umat manusia dan dapat dijadikan petunjuk dalam menjalani kehidupannya. Untuk umat nasrani dan yahudi di dunia, kebenaran dari tuhan telah dituangkan dalam kitab Bibel, untuk muslim dalam al-Qur’an, untuk hindu dalam bhagavad-gita. Untuk penganut kepercayaan keagaamaan, kebenaran yang paling penting adalah argumen/anjuran yang dikemukana oleh ahli agama. pada pokoknya, penafsiran dari kitab akan membawa mereka penerangan pada kebenaran yang abadi dan firman-firman tersebut akan menjadi kunci bagi kehidupannya. Wahyu merupkan firman tuhan, sehingga kebenarannya bersifat mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu ini bersifat eksternal artinya pengetahuan tersebut berasal dari luar manusia.

Pengetahuan Intuitif (Intuitive Knowledg)
Pengetahuan wahyu merupakan pemberian Tuhan dan merupakan bagian dari luar manusia. Pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang diperoleh manusia dalam dirinya sendiri pada saat menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia. Melalui proses kerjanya manusia sendiri itu tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil penghayatan pribadi, sebagai hasil ekspresi dan individualitas seseorang, sehingga validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi. Pengetahuan intuisi berbeda dengan teori ilmiah. Teori ilmiah yang komplit bukanlah dibentuk dari pengetahuan intuisi. Teori ilmiah itu harus logis dan dapat diuji dengan observasi atau eksperimen ataupun melalui keduanya. Ketika suatu teori ilmiah diklaim untuk menjadi suatu pengetahuan bukanlah disampaikan sebagai wawasan personal melainkan sebagai suatu hipotesis yang dapat diuji secara umum. Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan kekuatan visi imaginatif dalam pengalaman pribadi seseorang. Kebenaran yang timbul dalam karya seni merupakan bentuk pengetahuan intuitif seperti karya penulis besar Homer, Shakespeare, Proust, yang berbicara kepada kita tentang kebenaran hati nurani manusia. Itu semua merupakan hasil kerja intuisi. Kebenaran tersebut tidak akan dapat diuji dengan observasi, perhitungan atau eksperimen karena kebenaran intuitif tidak berhipotesis. Tulisan-tulisan mistik, autobiografi dan karya essay merupakan refleksi dari pengetahuan intuitif. Selain itu, kebenaran intuitif sulit dikembangkan karena validitasnya yang sangat pribadi, memiliki watak yang tidak komunikatif. Khusus untuk diri sendiri, subjektif, tidak terlukiskan, sehingga sulit untuk mengetahui apakah seseorang memilikinya atau tidak.

Pengetahuan Rasional (Rational Knowledge)
Pengetahuan rasioanal merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa faktual. Prinsip logika formal dan matematika murni merupakan paradigma pengetahuan rasioanal, dimana kebenarannya dapat ditunjukkan dengan pemikiran abstrak. Prinsip pengetahuan rasional dapat diterapkan pada pengalaman indera, tetapi tidak disimpulkan dari pengalaman indera. Ambil prinsip logika bahwa dua kalimat yang kontradiksi tidaklah dapat benar pada objek dan waktu yang sama. Contohnya “Fido adalah anjing” dan “Fido bukanlah anjing”. Atau ambil prinsip jika A lebih besar dari B, B lebih besar dari C, maka A lebih besar dari C. Contoh yang lain, jika Boeing 747 lebih besar dari pada Flying Fortress, Flying Fortress lebih besar daripada Piper Cub, maka Boeing 747 lebih besar dari Piper Cub. Prinsip pengetahuan rasional dapat dipergunakan pada pengalaman indera, tetapi tidak dapat menarik kesimpulan dari hal tersebut. Tidak seperti kebenaran intuisi, pengetahuan rasioanal adalah valid ketika tidak mempedulikan perasaan kita dan kebenaran tersebut valid secara universal.

Pengetahuan Empiris (Empirical Knowledge)
Pengetahuan empiris merupakan pengetahuan yang diperoleh atas dasar bukti penginderaan, misalnya dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, merasakan dan sentuhan indera-indera lainnya sehingga kita memiliki konsep dunia di sekitar kita. Paradigma dari pengetahuan empiris adalah ilmu pengetahuan modern dimana hipotesis ilmiah diuji oleh pengamatan atau oleh eksperimen untuk menemukan hipotesis mana yang paling memuaskan untuk fenomena tertentu. Meskipun demikian, suatu hipotesis tidak pernah dibuktikan secara mutlak. Hal ini hanya untuk menunjukkan kemungkinan yang ada. Paradigma empiris juga perlu menunjukkan bahwa pikiran sehat kita kadang-kadang dapat menipu kita, seperti ketika suatu tongkat yang sebenarnya lurus ketika didalam air terlihat dibelokkan. Ketika Socrates bertanya sebelum ia minum racun. "Benarkah pikiran sehat kita sehat? Apakah mereka akurat?" lebih dari itu, pikiran sehat kita dikondisikan oleh prasangka. Kita cenderung merasa apakah hal berada dalam kemampuan kita. Dengan demikian kita merasa berada dalam sebuah ruangan dengan latar belakang permanent yang mana kejadian yang unik terjadi pada saat berurutan. Pengertian ruang dan waktu adalah hampir bisa dipastikan suatu peristiwa dari kultur kita pada suatu langkah tertentu dalam pengembangannya.

Pengetahuan Otoritas (Authoritative Knowledge)
Kita menerima sangat banyak pengetahuan sebagai kebenaran bukan karena kita sudah mengeceknya tetapi karena itu dijamin oleh pihak yang berwenang. Saya menerima tanpa bertanya bahwa Canberra adalah ibukota dari Australia, kecepatan cahaya adalah 186,281 mil per detik, dan perang di Waterloo terjadi pada tahun 1815. Saya merasa tidak perlu untuk memverifikasi fakta-fakta ini, saya merasa lebih baik berlatih untuk mempelajari tabel logaritma. Saya melakukannya karena saya menemukannya dalam ensiklopedia dan pekerjaan lain yang ditulis oleh para ahli. Jika saya ingin mengetahuinya, sebagai informasi, apa itu Cubism atau apa itu hukum gerak Newton, saya mencari Cubism dan Newton dalam ensiklopedia. Jika aku ingin mengerti Cubism atau Mekanika Newton, saya harus berlatih prinsip-prinsip keduanya. Ketika saya tidak menemukan kembali Cubism atau mekanika, tetapi saya berpikir melalui prinsip-prinsip dasar Cubism atau mekanika sampai saya mengerti prinsip-prinsip tersebut. Saya memahami Cubism ketika saya melihat sasaran hasil yang artistik yang Cubists. Saya memahami hukum gerak Newton ketika saya melihat penalarannya dan kesimpulan yang menjadi tujuan serta bukti-bukti. Apa yang saya benarkan, bagaimanapun, adalah pengetahuan hukum gerak Newton yang telah ditetapkan secara ilmiah bersifat pengetahuan empiris. Jadi, Dengan demikian istilah "pengetahuan autoritatif" lebih psikologis dibanding epistemologis. Itu menandakan bukan sifat alami mereka yang saya ketahui tetapi cara mereka memberi tahu kepada saya. Pengetahuan autoritatif menunjuk bukan kepada produk-produk budaya, tetapi kita sebut pengetahuan seperti yang ditempuh oleh produk-produk yang sesuai. "Pengetahuan autoritatif" dibentuk oleh pengetahuan bahwa saya menerima dari otoritas seseorang. Sejauh ini kita sudah mempertimbangkan beberapa kategori-kategori yang berbeda dari  pengetahuan yang telah lalu. Marilah kita sekarang mengambil suatu pandangan yang lebih luas dan menanyakan apa yang memimpin filsafat pendidikan yang mengatakan pengetahuan dalam hubungannya kepada pendidikan.

Idealis Epistemologi dan Pendidikan
Plato, setuju dengan Socrates, yang menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh melalui pikiran sehat harus selalu tetap tidak sempurna dan tidak pasti, karena dunia material hanyalah suatu salinan dari lapisan yang lebih sempurna. Pengetahuan yang benar adalah hasil dari proses akal seseorang, karena akal mampu menggambarkan bentuk asli secara spiritual sebagai perwujudan materi di alam baka. Hegel menekuni konsep dari plato bahwa pengetahuan adalah valid hanya sepanjang itu membentuk suatu sistem. Karena kenyataan yang terakhir adalah masuk akal dan sistematis, pengetahuan realitas kita adalah benar bahwa itu terlalu sistematis. Semakin menyeluruh sistem dari pengetahuan kita dan semakin konsisten gagasan-gagasan yang memeluk, semakin banyak kebenaran yang mungkin dapat dimiliki. Prinsip ini biasanya dikenal sebagai "teori koherensi (melekat)" dari kebenaran. Itu didasarkan pada pandangan bahwa item tertentu dari pengetahuan menjadi penting jika dilihat pada tingkat konteks yang menyeluruh. Karenanya semua gagasan dan teori-teori yang harus disahihkan menurut  mereka "melekat" di dalam suatu sistem pengetahuan yang berkembang secara terus-menerus. Menurut Kant, idealis  modern berpendapat bahwa hakekat pengetahuan adalah maksud/arti dan pesan informasi yang diperoleh oleh pikiran sehat. Tujuan pengajaran yang seharusnya tidak hanya memberikan siswa sejumlah informasi, akan tetapi membantu siswa memahami maksud dan pesan dari informasi yang diberikan. Beberapa idealis, yang dikenal sebagai "personalists", juga bermaksud bahwa siswa perlu menghubungkan informasi ini kepada pengalaman-pengalamannya sendiri yang sebelumnya sehingga apa yang ia pelajari sesuai dengan dirinya pribadi.

Realis Epistemologi dan Pendidikan
Realis menolak pandangan Kant berpendapat bahwa pikiran menentukan kategori-kategori sendiri,  seperti "hakikat"  dan "hubungan sebab akibat", didasarkan pada data pikiran sehat. Sebaliknya, realis berkata, dunia yang kita rasa bukan suatu dunia yang kita bayangkan tetapi dunia sebagaimana adanya. Pada hakikatnya, hubungan sebab akibat, dan pesan bukan suatu proyeksi pikiran tetapi bagian dirinya sendiri. Terus terang, ilmu pengetahuan alami menghasilkan suatu gambaran yang berbeda dari dunia dibanding pengalaman sehari-hari yang dirasakan. Meja yang kokoh yang di atasnya aku menulis kata-kata ini adalah, untuk ahli ilmu fisika, suatu koleksi partikel-partikel yang tidak dapat dilihat. Tetapi hanya mengikuti instrumen-instrumen ini yang berbeda dengan pengamatan dunia, bukan aspek yang ditampilkan oleh peninjau sendiri. Kemudian untuk realis, sebuah ide atau dalil adalah benar ketika bersesuaian dengan berbagai hal yang isinya tergambarkan di dunia. Suatu hipotesis tentang dunia adalah tidak benar simpel  karena berhubungan “koheren” dengan pengetahuan. Jika pengetahuan yang baru melekat satu sama lain dengan yang lama, hal ini menyebabkan yang lama adalah benar, karena pengetahuan yang lama berpasangan dengan kasus tersebut. Koheren tidak menciptakan kebenaran. Hal ini terjadi dua atau lebih teori tentang dunia berkaitan dengan bagian yang mereka gambarkan, mereka akan saling mendukung satu sama lain. Pengetahuan yang benar, adalah pengetahuan yang berhubungan dengan dunia sebagaimana adanya. Lambat laun umat manusia telah meletakkan bersama-sama sebuah pengetahuan yang benar yang mereka tetapkan berulang-ulang. Untuk menggambarkan suatu seleksi dari  pengetahuan ini kepada orang yang berkembang adalah tugas milik sekolah yang paling penting. Oleh karena itu inisiatif dalam pendidikan menjadikan guru sebagai sumber dari warisan kebudayaan. Ia adalah guru, bukan siswa, yang harus menentukan materi-materi apa yang harus dipelajari di kelas. Jika materi ini dapat membuat siswa menikmati untuk mencukupi kebutuhan dan kepentingan siswa maka hal itu sangat baik. Tetapi memuaskan siswa secara pribadi sedikit kurang penting dibanding memberikan materi yang benar. Untuk mengajari siswa dalam memahami pengetahuan lebih banyak menjadi tujuan akhir dari pendidikan, padahal memuaskan siswa hanyalah suatu alat, yang menjadi suatu strategi pengajaran yang bermanfaat.

Pragmatis Epistemologi dan Pendidikan
Seorang yang pragmatis percaya bahwa menjadi aktif dan berusaha lebih baik dari pada pasif dan hanya menerima. Pemikiran itu tidak terlepas dan terpisah dalam menghadapi suatu dunia. Lebih baik mengenal dunia yang dibentuk oleh sebagian pikiran. Kebenaran tidak semata-mata sebuah kebohongan ide manusia dalam hubungan untuk sebuah realitas eksternal, karena realitas seseorang tergantung pada sebagian ide yang ia jelaskan. Pengetahuan dihasilkan oleh  interaksi antara manusia dan lingkungannya, dan kebenaran adalah suatu harta dari pengetahuan. Kemudian untuk apa kebenaran itu? Seorang yang pragmatis telah menetapkan bahwa sebuah  ide itu benar jika ide itu "bekerja". Menurut William James berpendapat bahwa satu ide adalah benar jika ide itu mempunyai akibat yang baik untuk orang yang menggunakannya. Orang pragmatis yang lain, seperti Peirce dan Dewey, tetap menekankan bahwa satu ide adalah benar jika hanya mempunyai akibat memuaskan ketika diuji secara obyektif dan ilmiah. Untuk orang yang menganut paham pragmatis secara umum, kebenaran dari suatu ide bergantung pada akibat-akibat yang diamati secara obyektif ketika ide itu mulai bekerja. Seorang yang pragmatis juga memelihara bahwa "metode dari kecerdasan" adalah cara yang ideal untuk memperoleh pengetahuan. Mereka berkata kita menyerap berbagai hal terbaik, dengan penempatan dan memecahkan masalah. Berhadapan dengan suatu masalah, kecerdasan mengusulkan hipotesis untuk memecahkannya. Hipotesis pemecahan masalah yang paling sukses adalah hipotesis yang menjelaskan tentang fakta dari masalah. Ini seperti apa yang disebut Dewey "pernyataan yang tegas", suatu klaim pengetahuan dapat ditetapkan secara obyektif dan secara operasional dan boleh bertindak sebagai suatu dasar untuk membangitkan hipotesis selanjutnya untuk masalah selanjutnya. Menurut seorang yang pragmatis, guru harus membangun situasi belajar di sekitar permasalahan yang akan memberikan solusi terbaik untuk siswa yang dibimbinganya pada suatu pemahaman yang lebih baik secara sosial dan lingkungan secara fisik. Sebagai ganti dari struktur materi yang tradisional, guru dan kelas harus menggunakan berbagai sumber pengetahuan apapun untuk membuktikan mana yang bermanfaat dalam memecahkan masalah.

NILAI DAN PENDIDIKAN
Nilai selalu ada di dalam pendidikan, terlibat disetiap aspek dari praktek sekolah, dasar bagi semua pengambilan pilihan dan dalam mengambil keputusan. Menggunakan nilai, guru mengevaluasi murid dan murid mengevalusi guru, masyarakat mengevaluasi kursus-kursus pendidikan, progam-progam sekolah dan kemampuan mengajar dan masyarakat itu sendiri dievaluasi oleh pendidik. Studi umum tentang nilai dikenal dengan istilah “axiology” yang konsen dalam tiga pertanyaan utama, 1). Apakah nilai itu subjektif atau objektif, personal atau impersonal. 2). Apakah nilai itu berubah atau tetap. 3). Apakah ada hirarki dalam nilai. Mari kita uji isu ini secara ringkas:

1.      Nilai objektif adalah nilai-nilai yang berada dalam kebenaran yang sebenarnya tanpa memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan. Seperti nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan yang merupakan kenyataan yang alami (cosmic). Sedangkan nilai subjektif adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pilihan-pilihan personal. Suatu nilai menjadi berharga jika dinilai oleh seseorang. Pendidikan dapat memiliki nilai objektif, karena tanpa dinilai oleh manusia pun, pendidikan secara inheren adalah baik, siapa pun akan mengakui bahwa pendidikan adalah berharga. Akan tetapi pendidikan menjadi bernilai subjektif, jika baru berharga sebagai hasil penilaian manusia, atau karena manusia menilainya berharga.

2.      Beberapa orang menganggap bahwa niali bersifat absolute dan abadi jika nilai yang berlaku pada saat ini sudah valid sebagaimana pada masa lalu dan berlaku untuk setiap orang. Orang lain juga menyatakan bahwa nilai itu relatif sesuai dengan harapan dan keinginan-keinginan manusia. Keinginan-keinginan dan nilai-nilai berubah dalam merespon kondisi-kondisi sejarah baru, agama-agama baru, penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, perkembangan baru dalam teknologi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, nilai dapat berasal dari pengalaman dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan masyarakat.

3.      Para idealis filosofi memahami bahwa ada hirarki yang baku pada nilai dalam hal ini nilai-nilai spiritual lebih tinggi dari nilai-nilai material. Sebab nilai spiritual menyadarkan kita pada tujuan utama hidup kita. Tetapi para pragmatis menolak adanya hirarki yang baku dalam nilai, bagi mereka satu aktivitas akan sama baiknya dengan aktivitas lain jika aktivitas tersebutmemuaskan kebutuhan penting dan memiliki nilai instrumental, tetapi mereka percaya yang lebih penting adalah menguji nilai-nilai secara empirik dari pada merenungkannya secara rasional. Dia percaya sebab ia berfikir bahwa semua nilai tertentu hanyalah alat untuk mendapatkan nilai yang lebih baik.


#TugasFilsafatIlmu

#TugasFI14

0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.