jenis-jenis pengetahuan yang meliputi ;
pengetahuan wahyu, pengetahuan intuisi, pengetahuan rasional, pengetahuan
empiris, pengetahuan otoritas.
JENIS-JENIS
PENGETAHUAN
Pengetahuan
Wahyu (Reveaload Knowledge)
Secara sederhana, pengetahuan wahyu dapat digambarkan sebagai pengetahuan yang
tuhan telah berikan kepada manusia. Dengan kekuasaan-Nya, tuhan telah
mengilhami secara pasti kebenaran kepada manusia pilihannya, sehingga kebenaran
tersebut dapat diketahui oleh seluruh umat manusia dan dapat dijadikan petunjuk
dalam menjalani kehidupannya. Untuk umat nasrani dan yahudi di dunia, kebenaran
dari tuhan telah dituangkan dalam kitab Bibel, untuk muslim dalam al-Qur’an,
untuk hindu dalam bhagavad-gita. Untuk penganut kepercayaan keagaamaan,
kebenaran yang paling penting adalah argumen/anjuran yang dikemukana oleh ahli
agama. pada pokoknya, penafsiran dari kitab akan membawa mereka penerangan pada
kebenaran yang abadi dan firman-firman tersebut akan menjadi kunci bagi
kehidupannya. Wahyu merupkan firman tuhan, sehingga kebenarannya bersifat
mutlak dan abadi. Pengetahuan wahyu ini bersifat eksternal artinya pengetahuan
tersebut berasal dari luar manusia.
Pengetahuan
Intuitif (Intuitive Knowledg)
Pengetahuan wahyu merupakan pemberian Tuhan dan merupakan bagian dari luar
manusia. Pengetahuan intuitif merupakan pengetahuan yang diperoleh manusia
dalam dirinya sendiri pada saat menghayati sesuatu. Pengetahuan intuitif muncul
secara tiba-tiba dalam kesadaran manusia. Melalui proses kerjanya manusia
sendiri itu tidak menyadarinya. Pengetahuan ini sebagai hasil penghayatan
pribadi, sebagai hasil ekspresi dan individualitas seseorang, sehingga
validitas pengetahuan ini sangat bersifat pribadi. Pengetahuan intuisi berbeda
dengan teori ilmiah. Teori ilmiah yang komplit bukanlah dibentuk dari
pengetahuan intuisi. Teori ilmiah itu harus logis dan dapat diuji dengan
observasi atau eksperimen ataupun melalui keduanya. Ketika suatu teori ilmiah
diklaim untuk menjadi suatu pengetahuan bukanlah disampaikan sebagai wawasan
personal melainkan sebagai suatu hipotesis yang dapat diuji secara umum.
Pengetahuan intuitif disusun dan diterima dengan kekuatan visi imaginatif dalam
pengalaman pribadi seseorang. Kebenaran yang timbul dalam karya seni merupakan
bentuk pengetahuan intuitif seperti karya penulis besar Homer, Shakespeare,
Proust, yang berbicara kepada kita tentang kebenaran hati nurani manusia. Itu
semua merupakan hasil kerja intuisi. Kebenaran tersebut tidak akan dapat diuji
dengan observasi, perhitungan atau eksperimen karena kebenaran intuitif tidak
berhipotesis. Tulisan-tulisan mistik, autobiografi dan karya essay merupakan
refleksi dari pengetahuan intuitif. Selain itu, kebenaran intuitif sulit
dikembangkan karena validitasnya yang sangat pribadi, memiliki watak yang tidak
komunikatif. Khusus untuk diri sendiri, subjektif, tidak terlukiskan, sehingga
sulit untuk mengetahui apakah seseorang memilikinya atau tidak.
Pengetahuan
Rasional (Rational Knowledge)
Pengetahuan rasioanal merupakan pengetahuan yang diperoleh dengan latihan
rasio/akal semata, tidak disertai dengan observasi terhadap peristiwa-peristiwa
faktual. Prinsip logika formal dan matematika murni merupakan paradigma
pengetahuan rasioanal, dimana kebenarannya dapat ditunjukkan dengan pemikiran
abstrak. Prinsip pengetahuan rasional dapat diterapkan pada pengalaman indera,
tetapi tidak disimpulkan dari pengalaman indera. Ambil prinsip logika bahwa dua
kalimat yang kontradiksi tidaklah dapat benar pada objek dan waktu yang sama.
Contohnya “Fido adalah anjing” dan “Fido bukanlah anjing”. Atau ambil prinsip
jika A lebih besar dari B, B lebih besar dari C, maka A lebih besar dari C.
Contoh yang lain, jika Boeing 747 lebih besar dari pada Flying Fortress, Flying
Fortress lebih besar daripada Piper Cub, maka Boeing 747 lebih besar dari Piper
Cub. Prinsip pengetahuan rasional dapat dipergunakan pada pengalaman indera, tetapi
tidak dapat menarik kesimpulan dari hal tersebut. Tidak seperti kebenaran
intuisi, pengetahuan rasioanal adalah valid ketika tidak mempedulikan perasaan
kita dan kebenaran tersebut valid secara universal.
Pengetahuan
Empiris (Empirical Knowledge)
Pengetahuan empiris merupakan pengetahuan yang diperoleh atas dasar bukti
penginderaan, misalnya dengan penglihatan, pendengaran, penciuman, merasakan
dan sentuhan indera-indera lainnya sehingga kita memiliki konsep dunia di
sekitar kita. Paradigma dari pengetahuan empiris adalah ilmu pengetahuan modern
dimana hipotesis ilmiah diuji oleh pengamatan atau oleh eksperimen untuk
menemukan hipotesis mana yang paling memuaskan untuk fenomena tertentu.
Meskipun demikian, suatu hipotesis tidak pernah dibuktikan secara mutlak. Hal
ini hanya untuk menunjukkan kemungkinan yang ada. Paradigma empiris juga perlu
menunjukkan bahwa pikiran sehat kita kadang-kadang dapat menipu kita, seperti
ketika suatu tongkat yang sebenarnya lurus ketika didalam air terlihat
dibelokkan. Ketika Socrates bertanya sebelum ia minum racun. "Benarkah
pikiran sehat kita sehat? Apakah mereka akurat?" lebih dari itu, pikiran
sehat kita dikondisikan oleh prasangka. Kita cenderung merasa apakah hal berada
dalam kemampuan kita. Dengan demikian kita merasa berada dalam sebuah ruangan
dengan latar belakang permanent yang mana kejadian yang unik terjadi pada saat
berurutan. Pengertian ruang dan waktu adalah hampir bisa dipastikan suatu
peristiwa dari kultur kita pada suatu langkah tertentu dalam pengembangannya.
Pengetahuan
Otoritas (Authoritative Knowledge)
Kita menerima sangat banyak pengetahuan sebagai kebenaran bukan karena kita
sudah mengeceknya tetapi karena itu dijamin oleh pihak yang berwenang. Saya
menerima tanpa bertanya bahwa Canberra adalah ibukota dari Australia, kecepatan
cahaya adalah 186,281 mil per detik, dan perang di Waterloo terjadi pada tahun
1815. Saya merasa tidak perlu untuk memverifikasi fakta-fakta ini, saya merasa
lebih baik berlatih untuk mempelajari tabel logaritma. Saya melakukannya karena
saya menemukannya dalam ensiklopedia dan pekerjaan lain yang ditulis oleh para
ahli. Jika saya ingin mengetahuinya, sebagai informasi, apa itu Cubism atau apa
itu hukum gerak Newton, saya mencari Cubism dan Newton dalam ensiklopedia. Jika
aku ingin mengerti Cubism atau Mekanika Newton, saya harus berlatih
prinsip-prinsip keduanya. Ketika saya tidak menemukan kembali Cubism atau
mekanika, tetapi saya berpikir melalui prinsip-prinsip dasar Cubism atau
mekanika sampai saya mengerti prinsip-prinsip tersebut. Saya memahami Cubism
ketika saya melihat sasaran hasil yang artistik yang Cubists. Saya memahami
hukum gerak Newton ketika saya melihat penalarannya dan kesimpulan yang menjadi
tujuan serta bukti-bukti. Apa yang saya benarkan, bagaimanapun, adalah
pengetahuan hukum gerak Newton yang telah ditetapkan secara ilmiah bersifat
pengetahuan empiris. Jadi, Dengan demikian istilah "pengetahuan
autoritatif" lebih psikologis dibanding epistemologis. Itu menandakan
bukan sifat alami mereka yang saya ketahui tetapi cara mereka memberi tahu
kepada saya. Pengetahuan autoritatif menunjuk bukan kepada produk-produk
budaya, tetapi kita sebut pengetahuan seperti yang ditempuh oleh produk-produk
yang sesuai. "Pengetahuan autoritatif" dibentuk oleh pengetahuan
bahwa saya menerima dari otoritas seseorang. Sejauh ini kita sudah
mempertimbangkan beberapa kategori-kategori yang berbeda dari pengetahuan
yang telah lalu. Marilah kita sekarang mengambil suatu pandangan yang lebih
luas dan menanyakan apa yang memimpin filsafat pendidikan yang mengatakan
pengetahuan dalam hubungannya kepada pendidikan.
Idealis
Epistemologi dan Pendidikan
Plato, setuju dengan Socrates, yang menjelaskan bahwa pengetahuan diperoleh
melalui pikiran sehat harus selalu tetap tidak sempurna dan tidak pasti, karena
dunia material hanyalah suatu salinan dari lapisan yang lebih sempurna.
Pengetahuan yang benar adalah hasil dari proses akal seseorang, karena akal
mampu menggambarkan bentuk asli secara spiritual sebagai perwujudan materi di
alam baka. Hegel menekuni konsep dari plato bahwa pengetahuan adalah valid
hanya sepanjang itu membentuk suatu sistem. Karena kenyataan yang terakhir
adalah masuk akal dan sistematis, pengetahuan realitas kita adalah benar bahwa
itu terlalu sistematis. Semakin menyeluruh sistem dari pengetahuan kita dan
semakin konsisten gagasan-gagasan yang memeluk, semakin banyak kebenaran yang
mungkin dapat dimiliki. Prinsip ini biasanya dikenal sebagai "teori
koherensi (melekat)" dari kebenaran. Itu didasarkan pada pandangan bahwa
item tertentu dari pengetahuan menjadi penting jika dilihat pada tingkat
konteks yang menyeluruh. Karenanya semua gagasan dan teori-teori yang harus
disahihkan menurut mereka "melekat" di dalam suatu sistem
pengetahuan yang berkembang secara terus-menerus. Menurut Kant, idealis
modern berpendapat bahwa hakekat pengetahuan adalah maksud/arti dan pesan
informasi yang diperoleh oleh pikiran sehat. Tujuan pengajaran yang seharusnya
tidak hanya memberikan siswa sejumlah informasi, akan tetapi membantu siswa memahami
maksud dan pesan dari informasi yang diberikan. Beberapa idealis, yang dikenal
sebagai "personalists", juga bermaksud bahwa siswa perlu
menghubungkan informasi ini kepada pengalaman-pengalamannya sendiri yang
sebelumnya sehingga apa yang ia pelajari sesuai dengan dirinya pribadi.
Realis
Epistemologi dan Pendidikan
Realis menolak pandangan Kant berpendapat bahwa pikiran menentukan
kategori-kategori sendiri, seperti "hakikat" dan
"hubungan sebab akibat", didasarkan pada data pikiran sehat.
Sebaliknya, realis berkata, dunia yang kita rasa bukan suatu dunia yang kita
bayangkan tetapi dunia sebagaimana adanya. Pada hakikatnya, hubungan sebab
akibat, dan pesan bukan suatu proyeksi pikiran tetapi bagian dirinya sendiri.
Terus terang, ilmu pengetahuan alami menghasilkan suatu gambaran yang berbeda
dari dunia dibanding pengalaman sehari-hari yang dirasakan. Meja yang kokoh
yang di atasnya aku menulis kata-kata ini adalah, untuk ahli ilmu fisika, suatu
koleksi partikel-partikel yang tidak dapat dilihat. Tetapi hanya mengikuti
instrumen-instrumen ini yang berbeda dengan pengamatan dunia, bukan aspek yang
ditampilkan oleh peninjau sendiri. Kemudian untuk realis, sebuah ide atau dalil
adalah benar ketika bersesuaian dengan berbagai hal yang isinya tergambarkan di
dunia. Suatu hipotesis tentang dunia adalah tidak benar simpel karena
berhubungan “koheren” dengan pengetahuan. Jika pengetahuan yang baru melekat
satu sama lain dengan yang lama, hal ini menyebabkan yang lama adalah benar,
karena pengetahuan yang lama berpasangan dengan kasus tersebut. Koheren tidak
menciptakan kebenaran. Hal ini terjadi dua atau lebih teori tentang dunia
berkaitan dengan bagian yang mereka gambarkan, mereka akan saling mendukung
satu sama lain. Pengetahuan yang benar, adalah pengetahuan yang berhubungan
dengan dunia sebagaimana adanya. Lambat laun umat manusia telah meletakkan
bersama-sama sebuah pengetahuan yang benar yang mereka tetapkan berulang-ulang.
Untuk menggambarkan suatu seleksi dari pengetahuan ini kepada orang yang
berkembang adalah tugas milik sekolah yang paling penting. Oleh karena itu
inisiatif dalam pendidikan menjadikan guru sebagai sumber dari warisan
kebudayaan. Ia adalah guru, bukan siswa, yang harus menentukan materi-materi
apa yang harus dipelajari di kelas. Jika materi ini dapat membuat siswa
menikmati untuk mencukupi kebutuhan dan kepentingan siswa maka hal itu sangat
baik. Tetapi memuaskan siswa secara pribadi sedikit kurang penting dibanding
memberikan materi yang benar. Untuk mengajari siswa dalam memahami pengetahuan
lebih banyak menjadi tujuan akhir dari pendidikan, padahal memuaskan siswa
hanyalah suatu alat, yang menjadi suatu strategi pengajaran yang bermanfaat.
Pragmatis
Epistemologi dan Pendidikan
Seorang yang pragmatis percaya bahwa menjadi aktif dan berusaha lebih baik dari
pada pasif dan hanya menerima. Pemikiran itu tidak terlepas dan terpisah dalam
menghadapi suatu dunia. Lebih baik mengenal dunia yang dibentuk oleh sebagian
pikiran. Kebenaran tidak semata-mata sebuah kebohongan ide manusia dalam
hubungan untuk sebuah realitas eksternal, karena realitas seseorang tergantung
pada sebagian ide yang ia jelaskan. Pengetahuan dihasilkan oleh interaksi
antara manusia dan lingkungannya, dan kebenaran adalah suatu harta dari
pengetahuan. Kemudian untuk apa kebenaran itu? Seorang yang pragmatis telah
menetapkan bahwa sebuah ide itu benar jika ide itu "bekerja".
Menurut William James berpendapat bahwa satu ide adalah benar jika ide itu
mempunyai akibat yang baik untuk orang yang menggunakannya. Orang pragmatis
yang lain, seperti Peirce dan Dewey, tetap menekankan bahwa satu ide adalah
benar jika hanya mempunyai akibat memuaskan ketika diuji secara obyektif dan
ilmiah. Untuk orang yang menganut paham pragmatis secara umum, kebenaran dari
suatu ide bergantung pada akibat-akibat yang diamati secara obyektif ketika ide
itu mulai bekerja. Seorang yang pragmatis juga memelihara bahwa "metode
dari kecerdasan" adalah cara yang ideal untuk memperoleh pengetahuan.
Mereka berkata kita menyerap berbagai hal terbaik, dengan penempatan dan
memecahkan masalah. Berhadapan dengan suatu masalah, kecerdasan mengusulkan
hipotesis untuk memecahkannya. Hipotesis pemecahan masalah yang paling sukses
adalah hipotesis yang menjelaskan tentang fakta dari masalah. Ini seperti apa
yang disebut Dewey "pernyataan yang tegas", suatu klaim pengetahuan
dapat ditetapkan secara obyektif dan secara operasional dan boleh bertindak
sebagai suatu dasar untuk membangitkan hipotesis selanjutnya untuk masalah
selanjutnya. Menurut seorang yang pragmatis, guru harus membangun situasi
belajar di sekitar permasalahan yang akan memberikan solusi terbaik untuk siswa
yang dibimbinganya pada suatu pemahaman yang lebih baik secara sosial dan
lingkungan secara fisik. Sebagai ganti dari struktur materi yang tradisional,
guru dan kelas harus menggunakan berbagai sumber pengetahuan apapun untuk
membuktikan mana yang bermanfaat dalam memecahkan masalah.
NILAI
DAN PENDIDIKAN
Nilai selalu ada di dalam pendidikan, terlibat disetiap aspek dari praktek
sekolah, dasar bagi semua pengambilan pilihan dan dalam mengambil keputusan.
Menggunakan nilai, guru mengevaluasi murid dan murid mengevalusi guru,
masyarakat mengevaluasi kursus-kursus pendidikan, progam-progam sekolah dan
kemampuan mengajar dan masyarakat itu sendiri dievaluasi oleh pendidik. Studi
umum tentang nilai dikenal dengan istilah “axiology” yang konsen dalam tiga
pertanyaan utama, 1). Apakah nilai itu subjektif atau objektif, personal atau
impersonal. 2). Apakah nilai itu berubah atau tetap. 3). Apakah ada hirarki
dalam nilai. Mari kita uji isu ini secara ringkas:
1. Nilai objektif adalah nilai-nilai yang berada dalam kebenaran yang sebenarnya tanpa memperhatikan unsur-unsur kemanusiaan. Seperti nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan yang merupakan kenyataan yang alami (cosmic). Sedangkan nilai subjektif adalah nilai-nilai yang didasarkan pada pilihan-pilihan personal. Suatu nilai menjadi berharga jika dinilai oleh seseorang. Pendidikan dapat memiliki nilai objektif, karena tanpa dinilai oleh manusia pun, pendidikan secara inheren adalah baik, siapa pun akan mengakui bahwa pendidikan adalah berharga. Akan tetapi pendidikan menjadi bernilai subjektif, jika baru berharga sebagai hasil penilaian manusia, atau karena manusia menilainya berharga.
2. Beberapa orang menganggap bahwa niali bersifat absolute dan abadi jika nilai yang berlaku pada saat ini sudah valid sebagaimana pada masa lalu dan berlaku untuk setiap orang. Orang lain juga menyatakan bahwa nilai itu relatif sesuai dengan harapan dan keinginan-keinginan manusia. Keinginan-keinginan dan nilai-nilai berubah dalam merespon kondisi-kondisi sejarah baru, agama-agama baru, penemuan-penemuan baru dalam ilmu pengetahuan, perkembangan baru dalam teknologi dan lain sebagainya. Oleh karena itu, nilai dapat berasal dari pengalaman dan diuji oleh pengalaman dalam kehidupan masyarakat.
3. Para idealis filosofi memahami bahwa ada hirarki yang baku pada nilai dalam hal ini nilai-nilai spiritual lebih tinggi dari nilai-nilai material. Sebab nilai spiritual menyadarkan kita pada tujuan utama hidup kita. Tetapi para pragmatis menolak adanya hirarki yang baku dalam nilai, bagi mereka satu aktivitas akan sama baiknya dengan aktivitas lain jika aktivitas tersebutmemuaskan kebutuhan penting dan memiliki nilai instrumental, tetapi mereka percaya yang lebih penting adalah menguji nilai-nilai secara empirik dari pada merenungkannya secara rasional. Dia percaya sebab ia berfikir bahwa semua nilai tertentu hanyalah alat untuk mendapatkan nilai yang lebih baik.
Silahkan LOGIN untuk berkomentar.