3 tahun yang lalu
Oleh: putri aisyah kinanti

Berakhirnya perkembangan ilmu

Uni Soviet menjadi negara pertama yang berhasil meluncurkan satelit bernama  Sputnik  1 pada 4 Oktober 1957. Pada November 1957 Uni Soviet meluncurkan satelit Sputnik II dengan menyertakan seekor anjing bernama Laika. Kemajuan Uni Soviet mulai disaingi oleh Amerika Serikat dengan meluncurkan satelit Explorer 1 pada 31 Januari 1958. Seolah tidak mau kalah, Uni Soviet “membalasnya” dengan mengirimkan Sputnik III pada 15 Mei 1958. Pada 4 Oktober 1959 Uni Soviet berhasil mengorbitkan satelit Lunik III yang dapat mengelilingi bumi dan bulan.

Momen terpenting dalam perkembangan teknologi ini terjadi ketika manusia berhasil melakukan perjalanan ke luar angkasa. Yuri Gagarin, kosmonot dari Uni Soviet, berhasil menjadi manusia pertama yang melakukan perjalanan ini pada 12 April 1961 dengan menggunakan pesawat Vostok 1 selama 108 menit. Disusul dengan John Glenn, manusia pertama yang mengorbit Bumi pada tanggal 20 Februari 1962 dengan pesawat Friendship 7 milik Amerika Serikat, dan Neil Amstrong sebagai manusia pertama yang mendarat di bulan pada tanggal 20 Juli 1969 dengan Apollo 11 milik Amerika Serikat.

Berakhirnya Perang Dingin membuka lembaran baru dalam perkembangan teknologi luar angkasa. International Space Station (Stasiun Luar Angkasa Internasional) didirikan oleh Amerika Serikat dan Rusia pada 20 November 1998 dan menjadi babak baru dalam perkembangan teknologi luar angkasa.

Di dalam salah satu sekuel keterangannya al-Ghozali dalam Ihya’nya, beliau menggambarkan bahwa keabstrakan Allah itu disebabkan oleh ketiadaan bandingan akan-Nya. Matahari dapat dikatakan sebagai matahari yang mempunyai cahaya yang luar biasa, dikarenakan adanya malam yang gelap. Sehingga akal manusia bisa menjangkau jika ini dinamakan cahaya matahari ketika sudah datang gelap. Dan ini disebut gelap jika sudah terbit matahari. Sederhananya, tidak akan ada putih jika hitam pun tiada. Tuhan tidak mempunyai bandingan. Jadi, sejauh-jauh akal manusia meraba tetap saja tidak bisa menjangkaunya. Dan keabstrakannya itulah merupakan wujud Allah yang nyata. Bisa jadi, perjalanan akal Ibrahim tidak jauh berbeda dengan konsep al-Ghozali tersebut. Sehingga berhenti pada matahari, Ibrahim menemukan halte pemikiran: Allah.


Kedua adalah sejarah Muhammad. Konstruksi pencarian konsep ketuhanan Muhammad berbeda dimensi dengan Ibrahim. Jika Ibrahim berorientasi dengan pikiran sebagai seorang filsuf, Muhammad dengan will (kemauan). Dalam dimensi ini Tuhan tidak lagi intervensi dengan urusan-urusan Muhammad, tetapi terlibat langsung dengannya. Sehingga upaya Muhammad tidak lagi meyakinkan hati dan pikirannya sendiri akan Adanya Yang Ada, tetapi bagaimana memasak semua itu menjadi masakan yang pas dan sesuai dengan selera umat. Dimensi ini tiga kali lebih sulit dari dimensi sebelumnya. Apalagi objek sasarannya tergolong kaum-kaum yang sulit untuk mengakui sebuah kebenaran: kaum jahiliyah. Dan konsekuensi logis dari dimensi ini adalah pengakuan dari pihak lain bahwa yang membawa konsep ini adalah seorang pahlawan dan seorang pemimpin. Muhammad adalah pemimpin terhebat sepanjang masa, Michael Hart, penulis “100 Tokoh Paling Berpengaruh dalam Sejarah”.


Dengan demikian, keislaman seseorang tanpa adanya pencarian terlebih dahulu akan keislamannya, masih dirasa sangat kurang. Perlu adanya islamisasi sejarah seseorang menjadi muslim. Semuanya perlu untuk dipertanyakan, sampai berhenti pada sebuah pemberhentian akal. Dan kira-kira itulah alasan kenapa Teologi Islam (ketauhidan) lahir menjadi sebuah disiplin keilmuan yang penting untuk diimplementasikan.  Mengutip kesimpulan al-Kindy: ujung akhir dari ilmu pengetahuan adalah permulaan dari KEYAKINAN.zev.190913


Menurut penulis artikel 103 Tahun Drama Kuantum ini, kitab suci sebagai wahyu dari Tuhan memberikan banyak dasar pengetahuan dari Sang Pencipta. Ia kemudian menceritakan salah satu tulisannya yang pernah dimuat di harian Republika dua tahun lalu. "Dalam surat An-Naml ayat 18 diceritakan bahwa saat Nabi Sulaiman mau lewat, pimpinan semut memberi pengumuman agar anak buahnya masuk ke sarang. Dari ayat itu jelas terlihat bahwa pimpinan semut adalah ratu dan bukannya laki-laki atau raja. Tidak perlu bikin proposal ke Bambang DH dan bilang ‘Pak, saya minta dana untuk menyelidiki semut’ kan untuk meneliti bahwa pimpinan semut adalah ratu! Di kitab suci dari dulu sudah dijelaskan, kok!" ungkapnya.

Namun paham keilmuan sebagai materialisme ini terus berkembang. Sebagai akibatnya, ungkap Agus, hasil pemikiran dianggap bukan sebagai ilmu pengetahuan. Begitu juga dengan hal gaib dan yang bersifat transcendent. Seperti fisika Newtonian, menurut Agus, hanya membahas alam sebagai materi dan partikel. Alam tidak dapat dipaksa, dan dengan sendirinya akan mengikuti hakikat religi-nya. Hal inilah yang kemudian akan membawa ilmu pengetahuan kembali bersifat religius.

Dalam buku End of Science disebutkan bahwa ilmu pengetahuan akan berakhir oleh dirinya sendiri karena perkembangan yang pesat. Hal ini kemudian memancing salah seorang peserta untuk bertanya akankah ilmu pengetahuan berakhir di Indonesia. Padahal, ungkapnya, berbeda dengan negara maju, perkembangan ilmu pengetahuan Indonesia sangat lambat. Setengah berkelakar, pria berkumis ini pun menjawab,"Kalau di negara maju ilmu pengetahuan akan berakhir karena berkembang pesat, maka di Indonesia ilmu pengetahuan akan berakhir karena tidak ada lagi yang mau jadi ilmuwan,".

0 Komentar

Silahkan LOGIN untuk berkomentar.