1995
Adakah yang lebih pemalu dari isyarat mataku
ketika bunga-bunga kecil di ujung gamismu
lewat dua meter di depanku yang menunduk
ah..
bunga-bunga kecil yang bercerita
tentang kaki yang lincah, gerakan cepat,
dan semangat yang melompat-lompat!
bicaramu seperti puisi
gerakanmu menjelma nuri
kata-kata hikmah
mengenalmu berkah
1995
di selasar kampus itu
tak ada suara, tak ada pernyataan apapun
hanya isyarat mataku
isyarat yang terus ada
puluhan tahun sesudahnya
GELOMBANGKAN AKU
Akulah bunyi
tapi bukan seperti dedaunan itu,
gemerisik bernyanyi
disapa angin yang mengharu biru
gelombangkan aku
setiap desah bunyi nafasku
agar aku tak ada cemburu
merdeka pada setiap liku-liku
dalam gelombang
tak ada dasar abadi, juga tak ada puncak sejati
hanya gerak pasti
menuju titik perhentian
aku adalah gelombang
tak merintih di dasar tak jumawa di puncaknya
terus bergerak menuju Tuhan
antara ikhtiar dan takdirNya
setelah merambat, memantul jutaan bilangan
aku adalah gelombang
terus bergerak tak bisa dihentikan.
WAJAH-WAJAH ERA PANDEMI
Pandemi empat ratusan hari
Makin menjadi menerpa negeri
Memiskinkan, Memfakirkan
Yatim semakin yatim,
Sepi semakin sunyi
Pandemi ratusan hari
Wabahnya seluruh negeri
Tapi tak semua warga berurai air mata
Sebagian warga lain pesta pora
Pandemi adalah bisnis derita
Pandemi ratusan hari
Mengasah cinta makin terpatri
Menguatkan kepekaan hati
Tapi juga sebagian menguatkan transaksi
Pandemi sekedar soal untung dan rugi.